RSS

Pengalaman Umroh Part 2: Madinah Hari Pertama, Selayang Pandang Masjid Nabawi

02 Jun
Bundaran Bola Dunia di Jeddah, dikelilingi bendera Syahadat Arab Saudi

Bundaran Bola Dunia di Jeddah, dikelilingi bendera Syahadat Arab Saudi

Setelah menempuh perjalanan sekitar 6 jam, dengan pemandangan mobil-mobil super mewah yang sliwar-sliwer dikiri-kanan, plus indahnya pemandangan gurun pasir yang tandus (anggap saja indah), akhirnya kita sampai di Madinah Al-Munawwarah, kota Rasulullah SAW, tempat Masjid Nabawi berada, masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW.

Sampai di Madinah (kita nginap di Hotel Ansar) sekitar jam 8 (Ba’da Isya). Ayah langsung mengajak kami bertiga menuju Masjid Nabawi, sholat Maghrib dijamak Isya. Kata beliau: “Ayo sholat di Masjid, sudah disini haram hukumnya sholat di kamar, wajib dimasjid. Pahalanya 1000 kali lipat!”. Tanpa babibu langsung kita jawab: “Siap!”. Rasa capek penat hilang sirna seketika.

Note: Entah bagaimana dengan jamaah lain saya kurang tau, soalnya kita langsung kabur saja. Jamaah mbandel inih, jangan ditiru 😀

Alhamdulillah jarak dari hotel ke Masjid ndak terlalu jauh, berapa ya, sekitar 500 meteran. Rasa haru yang muncul dari semenjak awal memasuki kota Madinah semakin membuncah, saat akhirnya bisa melihat dengan mata kepala sendiri sosok megah Masjid Nabawi, dan kata yang bisa terucap hanyalah: “Subhanallah, Alhamdulillah, akhirnya bisa juga sampai disini.” Rasa antara haru, gembira, sedih, insyaf, tobat, campur aduk jadi satu, entahlah….

Halaman Masjid Nabawi malam hari, tiang payung dalam keadaan tertutup

Halaman Masjid Nabawi malam hari, tiang payung dalam keadaan tertutup

Halaman Masjid Nabawi luas (sekitar 135.000 m2), didominasi warna putih, dengan banyak tiang-tiang yang berjejer rapi dihalamannya (ketika itu payung di tiang masih menguncup, belum membuka).

Sempat terfikir, bahwa halaman Masjid Nabawi ini malah jadi seperti taman kota (minus pohon). Banyak orang yang berkumpul dan bercengkrama dengan keluarga, ada yang cuma duduk-duduk sambil ngobrol, ada yang bobo, ada juga beberapa kelompok yang seperti pindah tempat makan malam: Nggelar tikar, peralatan maem plus lauk pauknya. Dikiranya tempat utk candle light dinner kalik ya -_-‘

Kita langsung menuju tempat wudlu (nah, ini satu2nya tempat yang saya ndak punya fotonya, lupa, ndak kepikiran babar blas) di basement, bablas sepanjang 3 lantai ke bawah, jadi satu dengan tempat parkir. Tempatnya bersih, air melimpah, luas, pancuran wudlu-nya juga banyak. Satu-satunya kekurangan tempat wudlu ini (menurut saya) adalah akses pintu masuknya yang ndak besar. Saya membayangkan jika musim haji, seperti apa desak-desakan jutaan jamaah yang ingin masuk kedalam tempat wudlu ini, pasti crowded.

Tempat Wudlu di halaman Masjid Nabawi, pic dari http://umrahku-ak7mac.blogspot.com/2015/03/travelog15-masjid-nabawi.html

Tempat Wudlu di halaman Masjid Nabawi, pic dari http://umrahku-ak7mac.blogspot.com/2015/03/travelog15-masjid-nabawi.html

Momen bersejarah pertama terjadi: Wudlu perdana di Masjid Nabawi (hahaha, segitunya). Tapi ini serius, wudlu-nya kita lama banget, menikmati setiap tetes air yang jatuh dan benar-benar menghayati air wudlu yang mengalir di kulit. Jujur saja, kl saya, baru sekali ini ambil air wudlu sambil dinikmati dan dihayati kayak gini.

Selalu ada yang pertama untuk semua hal. Saya sendiri wudlu di tempat wudlu Masjid Nabawi cuma sekali itu (eh, dua kali ya…mmm…tiga kali…halah, lupa), sisanya wudlu sejak kamar hotel. Alasannya cuma satu: eman-eman waktu, mending langsung masuk ke mesjid.

Next

Alhamdulillah, akhirnya bisa menapakkan kaki langsung di Masjid Nabawi, tak terasa air mata ini menetes haru saat pertama kali kaki menginjak lantai Masjid, diiringi tatapan sangar dari Askar (keamanan) penjaga pintu #sadis.

Karena baru pertama kali, sempat bingung: sandal mau disimpan dimana? Nek ilang piye? Ayah berkata: “Bawa masuk sandalnya nak, ntar simpan didalam.” Lah?

Oke, bismillah, allahummaftahli abwaba rahmatik….masuk!

Tiang seperti ini berjumlah 2104 buah. Paling bawah: Tempat sandal. atasnya: AC, atasnya lagi: Rak Al-Qur'an

Tiang seperti ini berjumlah 2104 buah. Paling bawah: Tempat sandal. atasnya: AC, atasnya lagi: Rak Al-Qur’an

Dan ternyata….di seluruh penjuru masjid, di SETIAP TIANG-nya, terdapat tempat penyimpanan sandal (dan diatasnya ada rak tempat disusun puluhan Al-qur’an, hasil waqaf, utk dibaca gratis oleh para jamaah). Duh, saya baru tau #udik. Jumlah total tiang di masjid Nabawi ada 2104 tiang, berarti ada lebih dari 2000-an tempat sandal, eh, kenapa saya malah ngitung ginian yak? -_-‘

Ada yang pengen waqaf Al-qur’an di masjid Nabawi? Gampang, beli saja di pintu gerbang sebelum masuk halaman masjid, biasanya jualannya saat sebelum dhuhur dan ashar, harga = 20 riyal/Al-Qur’an.

Ngomong-ngomong soal sejuk, kalau ada pernyataan: “Masjid Nabawi sejuk ya?” Ya iyalah mas, dimana2 yang namanya masjid pasti sejuk dan nyaman (sangat mendukung jika digunakan utk bobo #halah). Dan ketahuilah anak muda, di setiap tiang yang berjumlah 2104 tadi, ada AC-nya (cek dibagian bawah tempat Al-Qur’an, ada kisi2 AC berwarna kekuningan) ^_^

Sempat terpana sebentar melihat pemandangan didalam Masjid Nabawi, ndak bisa komentar apa-apa, cuma bisa bilang “Subhanallah” thok, kita lalu melaksanakan Sholat Perdana di Masjid Nabawi (Maghrib Isya dijamak). Alhamdulillah, rasanya nikmaaaatttttt. Baru sekali ini saya sholat jadi makmum luamaaaaaaaaaa banget, tapi ndak mengeluh dan mbatin macem-macem. Rasanya sejuuuukkkk, bahkan rasanya ingin diperpanjang lagi sholatnya.

Oh ya, sebelum jamaah sholat dimulai, kita disuruh ayah untuk sholat sunnah dulu sebisanya, semampunya, mumpung ada di tanah suci. Maka, mulai dari segala macam Sholat Tahiyatul Masjid, Rawatib dkk, kita laksanakan, tanpa pertanyaan sedikitpun. Dan kebiasaan ini lalu jadi template ibadah kita nyaris selama 2 minggu di tanah Suci: Memperbanyak ibadah sholat sunnah, selain yang wajib.

Lorong Masjid Nabawi sepanjang kurang lebih 1km

Lorong Masjid Nabawi sepanjang kurang lebih 1km

Selesai sholat, sempat wirid sebentar, lalu Ayah langsung mengajak kita menuju Roudhoh. Hah? Sekarang pak? Langsung inih? Maka beliau mulai saat itu langsung kita daulat secara de facto sebagai pembimbing umroh (Maaf ustadz Atiq :D), ya langsung berangkat juga, tanpa banyak tanya.

Kita sholat tadi agak dibelakang, dekat pintu masuk, langsung menuju kedepan menuju Roudhoh. Wuah, ternyata jauuuhhhhh. 1 km ada ndak ya? Sepertinya ada. Luas total Masjid Nabawi sekarang sekitar 100.000 m2, padahal dulu cuma 30×30 meter (luasnya ratusan kali lebih luas dari luas aslinya), dan mampu menampung sekitar 800rb jamaah.

Interior Masjid Nabawi sangat luar biasa indah, saya kadang sekilas jadi teringat dengan model interior dari spanyol, entah benar ato ndak. Susunan simetris ornamen dan lampu entah di tiang, atap, langit-langit, maupun dindingnya benar-benar subhanallah.

Karpet Masjid Nabawi berwarna merah, tebal, sangat bersih, halus dan nyaman. Selama di Madinah, nyaris tiap hari saya melihat para petugas kebersihan (disana ada petugas kebersihannya, mereka pake seragam warna biru) menggulung karpet tersebut, lalu menaikkannya ke mobil (mirip traktor gitu), entah untuk dibersihkan, atau diganti yang baru. Dengan kata lain, karpet merah untuk sholat di Masjid Nabawi ini pasti selalu bersih.

Dan disepanjang koridor masjid, kita akan menemui di kiri-kanan wadah tempat Air Zam-zam, untuk diminum bebas oleh Jamaah. Ada yang dingin, ada juga yang ndak. Tenang, tidak bakal tertukar, ada tulisannya kok: “Cold” & “Hot”…eh…“Not Cold”

Wadah tempat Air Zam-zam yang tersedia diseluruh penjuru Masjid

Wadah tempat Air Zam-zam yang tersedia diseluruh penjuru Masjid

Tentang para petugas kebersihan ini ada kisah lain lagi: mereka berbaju biru, sliweran kesana-kemari, tempat mangkal utamanya adalah di area tempat wadah Air Zam-zam berada, untuk memastikan lantai disana tidak basah dan kotor. Kadang kasian beliau-beliau itu yang dengan sabar selalu membersihkan cipratan air zam-zam dan becek di lantai, karena tingkah para jamaah yang kadang seenak jidat (ini termasuk saya #hammer)

Tau berapa gaji mereka perbulan? Yak, sekitar 1700 riyal (kalikan 3500 = kurang lebih 5jt/bulan) + tunjangan. Padahal mereka hidup di Arab Saudi yang biaya hidupnya lumayan tinggi. Pendapatan tambahan mereka ya hanya dari sedekah keikhlasan para jamaah: ada yang ngasi 1 riyal, 5 riyal, dst.

Coba saja beri mereka sedekah seikhlasnya, mereka pasti tersenyum dengan rona wajah bahagia, walau hanya 1 riyal. Kalau belum sempat ngasi, ya berarti jika suatu saat bisa kembali ibadah Umroh ato Haji harus mencoba memberi untuk mereka. Siapa tau kita didoakan bisa jadi Presiden, supaya bisa panen pahala melimpah dari hasil dihujat tiap hari #walah

Mari belajar dan mempraktekkan ilmu sedekah Ustadz Yusuf Mansyur J

Saran: Walau di Masjid Nabawi Air Zam-zam melimpah (begitu juga nanti di Masjidil Haram), ndak usah kalap minum karena pengen dapat berkah, sewajarnya saja. Karena jika sampe kebelet, kita yang bakal repot: Harus jalan nyaris 1km keluar masjid cuma buat wudlu.

Bersambung Part 3: Tentang Roudhoh, Jabal Tsur, dan beberapa kisah lain.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 2 Juni 2015 inci Uncategorized

 

1 responses to “Pengalaman Umroh Part 2: Madinah Hari Pertama, Selayang Pandang Masjid Nabawi

  1. dina mandasari limbong

    14 Februari 2016 at 2:58 pm

    Cerrita n narasi admin buat pembaca sprt kmbali ke nabawi n harom,,serasa qt sdg dsna,,moga cerita n info2 admin bs mensuport org2 utk bertamu kesana,,mg kehidupan admin diberkahi allah

    Suka

     

Tinggalkan komentar